Saya memesan hotel ini dari internet. Menurut referensi yang saya baca, semua tamu yang pernah menginap di sini memberi penilaian yang tinggi untuk kebersihannya. Inilah alasan saya memilih hotel ini di samping tentu saja harga yang sebanding. Tahun lalu kami menginap di hotel bintang empat tapi sangat mengecewakan karena kamar kotor dan toilet jorok sekali. Hanya perlu waktu kurang dari sepuluh menit untuk mencapai hotel.Ternyata hotel ini memang bersih sekali. Hotel Bali Segara yang dikelola secara kekeluargaan ini awalnya adalah tempat tinggal yang kemudian difungsikan sebagai hotel. Pemiliknya Pak Ketut Aryana adalah penganut Buddhis yang cukup terkenal di Bali.
Beliau tinggal di lantai tiga hotel bersama istrinya yang berasal dari Jepang dan anak semata wayang mereka yang berumur enam tahun. Beliau sangat ramah, selalu menyempatkan diri menyapa dan bercakap-cakap dengan tamunya termasuk kami. Hotel ini hanya memiliki 6 kamar standar, 8 deluxe dan 1 Family Room. Kami bertiga bersama mama dan adik saya Limey menempati Family room (menurut saya lebih tepat disebut vila) yang terdiri dari 2 lantai. Lantai pertama terdiri dari ruang tamu, ruang makan dan dapur, sementara kamar atas terdiri dari 1 ruang duduk , 1 kamar utama dan 1 kamar anak dan balkon tentunya. Sungguh menyenangkan, view-nya bagus, langsung ke kolam renang. Lingkungannya yang kecil, memudahkan dan menenangkan hati kami yang membawa anak kecil karena dari balkon kamar kami dapat mengawasi anak-anak yang sedang berenang atau bermain.
Hari ini kami tidur jam satu bahkan ada yang jam dua dini hari, karena baru tiba di hotel tengah malam dan tidak dapat tidur dengan segera.
Sedikit tips untuk para vegetarian, diingatkan agar selalu berhati-hati dengan makanan. Selama ini jika kita beli bubur atau gorengan, jika kita tanya apakah ada pakai bawang atau daging-dagingan, jika dijawab tidak ada, bukan berarti aman, kita harus selidiki lebih lanjut apakah pakai bumbu masak rasa ayam (daging). Hal ini sempat kami alami. Bubur yang disajikan, dikatakan tak ada bawang dan tak ada daging, polos, dengan yakin pelayannya mengatakan aman untuk vegetarian, ternyata setelah ditanya lebih lanjut, akhirnya dikatakan bahwa buburnya dimasak pakai masako rasa ayam. Begitu pula gorengan berupa tempe dan tahu yang dijual, yang sempat dibeli dari seberang jalan, dijawab memang tak ada bawang dan tak pakai udang tapi besoknya ketika beli lagi dan ditanya lagi kepada penjual yang lain didapat jawaban bahwa pakai bumbu masakan masako. Untung saya tak makan tahu dan tempenya kemarin tapi sempat makan pisang gorengnya yang digoreng terpisah dan diyakinkan benar-benar hanya pakai tepung, tapi hari ini saya sudah tak berani makan pisang goreng tersebut lagi. Untuk yang doyan makan buah potong, juga hati-hati, karena garam dan cabenya ternyata dicampur terasi, hal ini kami temui di daerah pantai Kuta.
Hari ke -2 (28 Jun 09)
Restoran ini menyediakan menu vegetarian dan non vegetarian. Selain itu restoran ini juga menyediakan banyak snack yang dapat kita nikmati. Restoran ini terletak di daerah yang menyejukan mata. Sejauh mata memandang, hamparan hijau-lah yang kita temui. Sebuah tempat yang indah, sambil menikmati makanan vegetarian, mata kami-pun dimanjakan dengan indahnya alam yang asri dengan hawa yang sejuk.
Pemandangan dari restoran
Pemandangan indah dari restoran
Kebun Raya di daerah Bedugul
Akhirnya tibalah waktunya kami untuk berpetualang. Satu persatu kami diberi alat pengaman dan kemudian dikumpulkan untuk dibriefing. Berbeda dengan outbound yang selama ini kami ikuti, di sini semua alat keselamatan kita pasang sendiri, tak ada instruktur yang memasangkan alat keselamatan dari satu pos ke pos lainnya, para instruktur hanya mengawasi dari jarak tertentu atau dari bawah, kita yang harus mandiri untuk pasang sendiri alat keselamatan dan memeriksanya dengan teliti.
Seram juga mengingatnya, khawatir kita atau anak-anak karena terlalu exciting, terlalu buru-buru sehingga alat keselamatan belum terkunci dengan benar. Untunglah semua selesai dengan aman. Dalam web Bali Tree Top tertulis bahwa ada 6 level tingkat kesulitan permainan yaitu Squirrel easy, squirrel Green, Discovery, Dance with Trees, Emotion, dan Adrenalin yang mencapai ketinggian 20 meter! Di lokasi saya hanya sempat membaca empat jalur permainan yaitu easy, medium, medium hard, dan hard.
Steven , Metta, Limey, Merry, Melvin, Sucipto memulainya dengan memilih jalur Medium. Saya sempat ikut naik tangga untuk main di jalur medium tapi kemudian turun karena merasa seram, maklum.... saya phobia ketinggian. Akhirnya sayapun memilih jalur easy. Jalur easy dimulai dengan ketinggian yang rendah saja mulanya, tapi kemudian saya tiba di jalur yang terbagi dua, saya lalu diarahkan ke jalur yang lebih tinggi oleh instrukturnya sambil menjelaskan bahwa arah lebih rendah untuk anak-anak.
Beberapa kali saya harus berhenti, terutama pada permainan flying fox di tengah-tengah pohon, saya tidak berani meluncur, sementara di seberang instruktur sudah berteriak-teriak minta saya meluncur dan di bawah para penonton bersorak-sorai meneriaki, ’’Loncat....loncat....!”. Akhirnya....huuuup ...dengan mencengkram tali kuat-kuat dan berdoa sayapun meluncur. Penonton di bawah pun bersorak-sorak dan bertepuk tangan sambil tertawa-tawa. Setelah sukses meluncur, ketakutan berubah menjadi asyiik dan kami pun menjadi ketagihan.
Sementara itu saya sempat juga mengamati teman-teman satu tour yang berada di jalur hijau. Walaupun saya sendiri ketakutan, tapi saya juga sempat menertawakan mereka karena samar-samar saya melihat beberapa dari mereka ketakutan dan pucat pasi memeluk pohon erat-erat. Saling teriak dan memotivasi pun,”Ayo...kamu bisa”, atau kadang-kadang juga saling ejek, ”Wuiii si A pucat....Ayo loncat...., masa gitu aja gak berani,” terdengar ramai.
Para orang tua atau anak yang tidak ikut berpetualang, sibuk mengabadikan dari bawah baik dengan tustel maupun handycam. Beberapa remaja di bawah juga selalu mengejek teman-temannya yang mematung dan memegang pohon erat-erat di ketinggian. Sementara yang di atas tak dapat berbuat apa-apa selain meneruskan permainan sampai selesai. Sungguh sangat mengasyikan tapi juga menakutkan, perasaan pun menjadi campur aduk.
Di bagian lain, terlihat seorang remaja putri berteriak-teriak,” Tolong...tolong...saya!” sambil mencengkram alat keselamatan kencang-kencang. Yang lalu dibalas teman-temannya di bawah dengan tertawa-tawa,” Rasain, siapa yang mau nolongin, usaha saja sendiri.”
Yang juga tak kalah lucunya adalah Steven, Metta, Limey yang kemudian mencoba jalur medium hard setelah menyelesaikan semua permainan di jalur Medium. Para pemberani ini ternyata akhirnya juga ketakutan ketika tiba untuk terjun melayang dengan satu tali seperti tarzan.
Setelah puas berfoto, keluarga Merry dan keluarga saya kemudian naik speedboat keliling danau dengan biaya Rp 90.000,- per speedboat, kami menyewa dua speedboat untuk sepuluh orang ,sedangkan Apau sekeluarga tidak ikut karena ada anaknya yang sedang tidak enak badan, masuk angin dan pusing-pusing.
Perjalanan dengan speedboat ini sangat mengasyikkan, pemandangan sangat indah sekali. Juru mudinya sekaligus adalah juga tukang potret - entah juru mudi yang jadi tukang potret atau tukang potret yang jadi juru mudi - jadilah kami minta dipotret untuk kenang-kenangan dengan biaya perlembar Rp 25.000,-. Steven pun kemudian mengambil alih kemudi karena tukang foto pindah ke depan speedboat untuk mengabadikan kami.
Yang terjadi kemudian, malah akhirnya hampir sepanjang perjalanan, juru mudinya hanya santai duduk di depan speedboat karena Steven ketagihan untukmengambil alih kemudi, tentu dengan pengawasan juru mudinya.
Udara di danau sangat menyegarkan, kami keliling sekitar 20 menit lebih dan sempat mengambil banyak foto pemandangan dari atas speedboat.
Wuiiihhh - asyiknya === taon depan - lage donk ;)
ReplyDelete