Laporan wartawan KOMPAS Lukas Adi Prasetya
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Daging hewan darat dan air memang lezat bagi penyuka daging. Namun, tahukah Anda bahwa "ongkos" untuk menikmati lezatnya daging amat mahal dan merusak lingkungan.
Di majalah National Geographic Indonesia edisi spesial "Detak Bumi" yang dikeluarkan tahun ini, beberapa "ongkos" itu dipaparkan. Contohnya, dari semua ikan besar di lautan, tinggal 10 persen yang belum terjarah.
Mengonsumsi produk olahan hewani berlebihan—dan ini yang sekarang terjadi —membahayakan kesehatan dan lingkungan. Penggembalaan ternak mengokupasi (mengurangi) seperempat muka bumi dan membuat kehidupan liar kehilangan habitat.
Ternak pemakan biji-bijian mengonsumsi ribuan liter air dan menghasilkan limbah dalam jumlah sama untuk setiap kilogram daging yang diproduksi. Lalu, 18 persen gas rumah kaca berasal dari peternakan. Peningkatan produksi daging merampas lahan pertanian. Sebanyak 70 juta metrik lebih daging dikonsumsi negara berkembang dari medio 1970-1990.
Sebanyak 46 persen serealia diperkirakan akan hanya sebagai pakan pada tahun 2020, naik dari 22 persen pada tahun 1980-an. National Geographic menyarikan data-data ini dari berbagai literatur. "Jangan lupa, ditambah dengan risiko kesehatan. Aneka penyakit banyak bersumber dari daging dan jeroan," ujar Chindy Tan, dokter gigi, Koordinator Indonesia Vegetarian Society (IVS) Jawa Tengah-DIY, dan juga Pemimpin Redaksi Majalah Info Vegetarian.
Maukah kita membayar ongkos mahal daging yang lezat itu?
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Daging hewan darat dan air memang lezat bagi penyuka daging. Namun, tahukah Anda bahwa "ongkos" untuk menikmati lezatnya daging amat mahal dan merusak lingkungan.
Di majalah National Geographic Indonesia edisi spesial "Detak Bumi" yang dikeluarkan tahun ini, beberapa "ongkos" itu dipaparkan. Contohnya, dari semua ikan besar di lautan, tinggal 10 persen yang belum terjarah.
Mengonsumsi produk olahan hewani berlebihan—dan ini yang sekarang terjadi —membahayakan kesehatan dan lingkungan. Penggembalaan ternak mengokupasi (mengurangi) seperempat muka bumi dan membuat kehidupan liar kehilangan habitat.
Ternak pemakan biji-bijian mengonsumsi ribuan liter air dan menghasilkan limbah dalam jumlah sama untuk setiap kilogram daging yang diproduksi. Lalu, 18 persen gas rumah kaca berasal dari peternakan. Peningkatan produksi daging merampas lahan pertanian. Sebanyak 70 juta metrik lebih daging dikonsumsi negara berkembang dari medio 1970-1990.
Sebanyak 46 persen serealia diperkirakan akan hanya sebagai pakan pada tahun 2020, naik dari 22 persen pada tahun 1980-an. National Geographic menyarikan data-data ini dari berbagai literatur. "Jangan lupa, ditambah dengan risiko kesehatan. Aneka penyakit banyak bersumber dari daging dan jeroan," ujar Chindy Tan, dokter gigi, Koordinator Indonesia Vegetarian Society (IVS) Jawa Tengah-DIY, dan juga Pemimpin Redaksi Majalah Info Vegetarian.
Maukah kita membayar ongkos mahal daging yang lezat itu?
Editor: Glo
No comments:
Post a Comment