26 Feb 2009

Happy Birthday Son ( part 1 )

Kilas Balik Perjalanan Hidup Seorang Anak Vegetarian
oleh : Liliyana W. Tandarto
Seketika perasaan haru menyergap relung hatiku yang terdalam. Kupandang permata hatiku yang sedang tertidur pulas. Wajah damai nan lugu menunjukkan hati yang polos. Ahhh...hari ini tepat sepuluh tahun kau bersama kami. Sungguh waktu berlari begitu kencang. Masih teringat dengan jelas kejadian sepuluh tahun yang lalu, ketika kau sudah tak sabar lagi ingin segera menghirup udara dunia.

Lahir Lebih Cepat
Ketika itu lelap masih menemani tidur kami. Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Jumat 26 Februari 1999, tiba-tiba Mami terbangun karena kau memberi tanda bahwa kau sudah tak sabar ingin segera menunjukkan sosokmu yang mungil kepada kami.

Sebagai orang tua baru, kagetlah kami, terutama Papimu. Tak menyangka kau akan hadir secepat itu karena baru delapan setengah bulan kau berada di rahim Mami. Mami pun segera menelepon rumah sakit. Seorang perawat dengan suara pelan tanda mengantuk menerima telepon Mami. Berceritalah Mami bahwa ada cairan yang terus keluar. Ia lalu menyarankan Mami segera ke rumah sakit.

Mami pun membangunkan papi. Papi terlihat agak gugup. Sangking gugupnya, terjadilah kejadian lucu di dini hari itu. Papimu yang panik, sempat sudah berada di dalam mobil yang sudah menyala dan siap berangkat ke rumah sakit, sementara mami masih berada di dalam rumah. Ketika hendak keluar dan mendapati pagar telah dikunci Papimu , spontan berteriaklah Mami memanggil-manggil Papimu dari balik pagar. Tersadarlah Papimu, segera ia pun keluar dari mobil dan membukakan pintu pagar. Akhirnya, pergilah kami ke rumah sakit dengan bawaan seadanya. Saat itu Mami belum sempat mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa menjelang persalinan, karena berpikir waktu kelahiranmu masih beberapa minggu lagi. Rupanya sebelum waktunya tiba, kau sudah tak sabar ingin merasakan belaian Mami Papi.

Dokter Terjebak Macet
Di rumah sakit, Mami diperiksa dan disuruh tidur. Mamipun meminta Papi pulang saja dulu untuk istirahat, karena operasi baru akan dilaksanakan pagi hari. Mami terpaksa harus menjalani operasi caesar karena kepalamu tidak mau turun, mungkin karena Mami kurang gerak, selalu berbaring karena rasa mual yang tidak pernah hilang sampai usia kehamilan 8 bulan.

Mami hanya disuruh berbaring aja sambil sekali-kali diperiksa perawat. Ketika waktu menunjukkan pukul 05.OO pagi seorang perawat berkata, ”Bu, silahkan bersihkan badan dulu”. Entah Mami yang salah dengar atau perawat yang salah memberi instruksi. Mami pun merasa saat itu harus mandi dan keramas sebersih-bersihnya karena pengalaman melahirkan nenekmu yang mami lihat dan dengar, setelah melahirkan 40 hari tidak boleh mandi dan keramas.

Ketika berdiri di dalam kamar mandi, air ketuban terus menerus mengalir keluar, Mami yang tidak berpengalaman, tetap keramas dan mandi dengan santai, bahkan sekali-kali mengejan untuk mendorong agar cairan ketuban keluar lebih banyak lagi.

Tiba-tiba Mami terkejut, karena pintu kamar mandi terbuka, ternyata seorang wanita yang mendorong. Mungkin beliau adalah dokter jaga. Rupanya ia khawatir mendengar guyuran air menandakan seseorang sedang mandi dan berada cukup lama di dalam kamar mandi. Ia pun menyuruh Mami segera kembali ke ranjang. Beberapa hari kemudian Mami baru mengetahui, dari teman mami yang datang menjenguk, bahwa jika air ketuban sampai kering maka akan membahayakan anak dalam kandungan.

Mami pun kembali hanya disuruh tiduran lagi sambil sekali-kali diperiksa oleh perawat. Di pagi hari, perawat baru berani menelepon dokter kandungan Mami, untuk melaporkan kondisi Mami.

Akhirnya, tepat jam sebelas siang Mami dibawa ke ruang operasi dan dokter kandungan sudah hadir. Papi juga telah hadir sejak jam 8 pagi. Mami kemudian dipakaikan baju operasi yang hanya berupa kain panjang yang ditengahnya berlubang untuk dimasukkan ke leher, kain hanya menutup bagian depan dan belakang tanpa jahitan di kiri kanan. Mami pun berdoa memohon perlindungan Tuhan.

Sesampainya di meja operasi, tangan Mami direntangkan ke arah kiri dan kanan dan dikaitkan ke (mungkin) mesin pengontrol untuk memantau kondisi mami. Jadi posisi mami seperti orang disalib. Anehnya, menit-menit berlalu, dokter belum masuk juga dan Mami pun sendirian di kamar operasi dan kedinginan. Waktu berlalu terus dan mami makin kedinginan. Mengapa belum operasi juga? Ternyata dokter anestasinya belum datang. Kata perawat yang sekali-kali masuk, dokter terjebak macet. Kamipun deg-degan juga. Akhirnya jam 12.00 tibalah dokter anestasinya, dan meminta maaf pada papi. Papi mengatakan tidak apa, yang penting sekarang sudah tiba dan segeralah bantu mami.

Masuklah dokter anak, dokter kandungan dan dokter anestasi menghampiri Mami. Dokter anestasi meminta mami duduk dan kemudian mami merasa punggung bagian bawah disuntik. Oh...ternyata mami dibius di bagian bawah tubuh, jadi Mami masih sadar.

Ketika dokter mulai mengoperasi, Mamipun tertidur, sampai 15 menit kemudian Mami mendengar dokter memanggil-manggil Mami. Antara sadar dan tidak, Mami pun membuka mata sebentar dan mendengar dokter berkata, ” Ini anak Ibu”. Samar-samar Mami melihat dokter memperlihatkan sesosok mungil kepada Mami. Mami hanya menjawab.” Hmmmm....” dan benar-benar tak kuasa membuka mata lagi, dan kemudian rasanya Mami tertidur lagi. Dokter pun memanggil-manggil Mami lagi,” Ibu, anaknya dicium dulu,” katanya sambil mendekatkan engkau ke wajah Mami. Setelah itu Mami tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.

Menurut Papi, saat itu Papi deg-deg an menunggu di depan kamar operasi. Setelah beberapa menit kemudian Papi mendengar tangismu. Dan kurang lebih lima belas menit kemudian dokter keluar untuk menunjukkan sosok mungilmu ke Papi. Papi terkejut karena kau membuka matamu dan menatap Papi. Papi kembali terkejut ketika menyadari bahwa salah satu telapak kakimu hitam. Dengan panik Papi pun bertanya kepada dokter mengapa kakimu hitam. Oh....ternyata itu bekas tinta stempel untuk cap kaki di buku kelahiranmu. Papi lalu mengikuti dokter yang membawamu ke lantai atas. Papi terus memantaumu yang sedang dibersihkan dari balik jendela kaca dan melihat perawat memakaikan gelang ke tanganmu. Papi baru berani meninggalkanmu setelah memeriksa dengan teliti nama yang tercantum di gelang tanganmu adalah benar nama Mami dan Papi. Rasa kasih yang begitu besar telah ditunjukkan Papi, rupanya Papi khawatir kau tertukar, karena selain Mami juga ada ibu lain yang melahirkan.

Sementara itu setelah beberapa jam tertidur, Mami pun terbangun dan merasakan sakit yang luar biasa di kaki. Uppp.... rupanya pengaruh obat bius telah mulai hilang, saat itu Mami sudah dipindah ke ruang pemulihan. Sambil menahan sakit, Mami bertanya kepada perawat, di mana Papi dan apakah kau normal? Suster menjawab bahwa kau sedang diperiksa di atas. Puji syukur atas karunia dan kasih Tuhan, beberapa saat kemudian suster memberitahu bahwa fisikmu sempurna, begitu pula dengan hasil test Apgar mu, nilainya 9/10, nilai yang sempurna.

Tidak berapa lama kemudian Papimu datang. Ternyata Papi pergi membeli makanan untuk Mami. Rupanya Papi (juga Mami) tidak tahu bahwa setelah operasi Mami belum diperbolehkan makan.

Bayi Laki-laki dari Orang Tua Vegetarian
Mengetahui bahwa kau lahir berjenis kelamin laki-laki sesuai hasil USG sebelumnya, membuat Mami bahagia. Bukan karena Mami memandang beda antara anak laki-laki dan perempuan. Mami (dan juga Papi) yang sudah menjadi vegetarian sejak tahun 1987, menjalani hidup yang tidak mudah sebagai seorang vegetarian. Pada saat itu vegetarianisme belum berkembang seperti saat ini. Bertahun-tahun Mami harus berjuang menghadapi orang-orang sekeliling Mami yang menentang keras pilihan hidup Mami menjadi seorang vegetarian. Ejekan bahwa Mami bodoh, dan pasti sulit mendapat jodoh karena vegetarian, mewarnai hidup Mami. Setelah ternyata Mami akhirnya dapat jodoh dan menikah dengan Papimu yang juga vegetarian, keluarga dan masyarakat yang anti vegetarian, masih selalu mencemooh Mami. Mereka mengatakan bahwa Mami tidak akan pernah dapat melahirkan anak laki-laki karena vegetarian. Sebagai orang Tionghua, sebagian masyarakatnya masih berpikiran kuno dan menganggap anak lelaki lebih bernilai daripada anak perempuan, karena anak lelaki dapat meneruskan Marga keluarga, sedangkan anak perempuan setelah menikah kelak anaknya akan menyandang Marga dari pihak ayah. Jadi anak wanita tidak dapat meneruskan Marga keluarga. Pikiran yang kolot. Cobalah pikir, apa jadinya jika dunia ini hanya diisi anak lelaki? Dan bukankah kemuliaan seseorang tidak terletak pada Marganya, tapi dari bagaimana dia memaknai dan menjalani hidup yang sementara ini.

Hari itu Mami bahagia karena Mami dapat membuktikan bahwa cemoohan mereka tidak beralasan. Fakta sudah membuktikan, bahwa pasangan vegetarian dapat melahirkan anak lelaki. Kekhawatiran akan kesehatan para vegetarian akan kekurangan gizi, lebih-lebih di saat kehamilan, juga tidak terbukti nak. Kau lahir sempurna sebagai bayi laki-laki dengan nilai apgar sempurna, walaupun Mami dan Papimu adalah seorang vegetarian.

Lalu, apakah semua ejekan sudah berlalu? Belum nak, karena kini kau yang dijadikan obyek. Bahwa kau pasti akan tumbuh dengan kondisi kurang gizi, bodoh dan sebagainya. Lalu bagaimna Mami menghadapi mereka? Nanti Mami akan lanjutkan cerita perjalanan hidupmu ini…………….. to be continue at Happy Birthday Son (part 2)

No comments:

Post a Comment

Ingin mendapatkan pemberitahuan update artikel dari New Vegetarian Planet langsung ke alamat Email Anda? Silahkan masukkan email Anda di bawah ini, setelah itu masuk ke inbox email Anda untuk mengaktifkan email dari FeedBurner:

Delivered by FeedBurner

From Me

New Vegetarian Planet is dedicated to promote understanding and respect for vegetarian lifestyles either from aspecs of spiritual, ethics, health, environment et cetera. May be copied only for personal use or by not-for-profit organizations. All copied and reprinted material written by me must contain weblog link http://www.newvegeplanet.blogspot.com
Finally, I hope more people will understand the reasons for choosing a vegetarian way of life. Come on to hold hands, we struggle for the safety of humans, animals, and this beloved earth through vegetarianism.
Best regards Liliyana Waty