
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan impor daging sapi dapat dijadikan indikasi bahwa pemerintah memandang nutrisi hewani sebagai "harga mati". Dampak bahaya daging tak pernah dipaparkan pemerintah. Parahnya lagi, pemerintah juga tak menggenjot sumber daya pertanian.
"Daging hanya akan membuat masyarakat tambah turun derajat kesehatannya. Bahaya daging sudah banyak dipaparkan termasuk oleh PBB. Negara lain sudah berlari menyuarakan vegetarian, tapi Indonesia belum. Presiden SBY dan menteri-menteri mestinya menyadari itu, bahwa konsumsi daging termasuk ikan oleh masyarakat harus jauh dikurangi," ujar Prasasto Satwiko, Koordinator Pusat Studi Energi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
Prasasto yang juga guru besar Fakultas Teknik UAJY menuturkan, banyak kota-kota besar dunia mulai mengimbau warganya mengurangi daging, seperti Cincinnati (AS) dan Ghent (Belgia). Bahkan, Uni Eropa sudah menyerukan. Pemerintah Belanda menganggarkan 6 juta euro untuk program penyadaran masyarakat akan dampak akibat menyantap daging.
September kemarin, World Wide Fund for Nature (WWF), lembaga internasional yang memfokuskan pada pelestarian lingkungan dan satwa liar, juga menyerukan pengurangan daging dan susu.
Physicians Committee for Responsible Medicine (PCRM), institusi internasional yang peduli pada lingkungan dan kesehatan, pun telah mengenalkan empat kelompok makanan baru yang terdiri atas padi-padian, sayuran, buah, dan kacang-kacangan. Selain itu juga bagaimana mengatasi hal-hal yang sering ditakutkan ahli gizi, misalnya tubuh yang kekurangan nutrisi dan vitamin jika bervegetarian. Ketakutan itu tak berdasar, dan "meremehkan" khasiat sayur dan buah.
Laporan PBB yang tertuang di buku Livestock's Long Shadow dan Kick The Habit (tahun 2009) menyebutkan betapa industri peternakan telah memiliki andil dalam merusak bumi dan mendorong parahnya pemanasan global. PBB tentu tidak asal mengeluarkan laporan.
"Negara lain mengurangi daging, sementara Indonesia malah akan membesarkan industri peternakan. Seharusnya pakar nutrisi melakukan inovasi kreatif untuk menemukan pengganti nutrisi yang terkandung dalam daging seandainya nutrisi tersebut diperlukan. Ahli gizi juga mesti angkat suara untuk menyuarakan bahaya daging," kata Prasasto.
Sumber
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/10/05/07221371/presiden.mesti.sadari.bahaya.daging
"Daging hanya akan membuat masyarakat tambah turun derajat kesehatannya. Bahaya daging sudah banyak dipaparkan termasuk oleh PBB. Negara lain sudah berlari menyuarakan vegetarian, tapi Indonesia belum. Presiden SBY dan menteri-menteri mestinya menyadari itu, bahwa konsumsi daging termasuk ikan oleh masyarakat harus jauh dikurangi," ujar Prasasto Satwiko, Koordinator Pusat Studi Energi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).
Prasasto yang juga guru besar Fakultas Teknik UAJY menuturkan, banyak kota-kota besar dunia mulai mengimbau warganya mengurangi daging, seperti Cincinnati (AS) dan Ghent (Belgia). Bahkan, Uni Eropa sudah menyerukan. Pemerintah Belanda menganggarkan 6 juta euro untuk program penyadaran masyarakat akan dampak akibat menyantap daging.
September kemarin, World Wide Fund for Nature (WWF), lembaga internasional yang memfokuskan pada pelestarian lingkungan dan satwa liar, juga menyerukan pengurangan daging dan susu.
Physicians Committee for Responsible Medicine (PCRM), institusi internasional yang peduli pada lingkungan dan kesehatan, pun telah mengenalkan empat kelompok makanan baru yang terdiri atas padi-padian, sayuran, buah, dan kacang-kacangan. Selain itu juga bagaimana mengatasi hal-hal yang sering ditakutkan ahli gizi, misalnya tubuh yang kekurangan nutrisi dan vitamin jika bervegetarian. Ketakutan itu tak berdasar, dan "meremehkan" khasiat sayur dan buah.
Laporan PBB yang tertuang di buku Livestock's Long Shadow dan Kick The Habit (tahun 2009) menyebutkan betapa industri peternakan telah memiliki andil dalam merusak bumi dan mendorong parahnya pemanasan global. PBB tentu tidak asal mengeluarkan laporan.
"Negara lain mengurangi daging, sementara Indonesia malah akan membesarkan industri peternakan. Seharusnya pakar nutrisi melakukan inovasi kreatif untuk menemukan pengganti nutrisi yang terkandung dalam daging seandainya nutrisi tersebut diperlukan. Ahli gizi juga mesti angkat suara untuk menyuarakan bahaya daging," kata Prasasto.
Sumber

No comments:
Post a Comment