18 Jul 2009

Oleh-Oleh dari Bali Vegetarian Tour (Part 4)

Oleh : Liliyana Waty
Hari ke-5 (1 Juli 2009)
Perjalanan hari ini adalah salah satu petualangan yang kami tunggu-tunggu. Yeaahhh ....hari ini kami akan RAFTING! Sebelumnya, Tour Guide kami Tejo Bds sudah menjelaskan bahwa lokasi di Bakas ini jauh lebih bagus dan lebih seru dibandingkan lokasi Arung Jeram tempat kami Rafting pada Vegetarian Tour akhir tahun lalu.

Begitu tiba di lokasi, kami memang sudah melihat perbedaan itu. Alamnya alami dan indah sekali, dan dikelola dengan profesional. Hari itu saya mengamati hampir seluruh tamunya adalah turis asing dan ramai sekali, sehingga kami pun harus menunggu giliran selama satu jam lebih. Sambil duduk menunggu, saya melihat lalu lalang motor ATV dan gajah-gajah yang dinaiki para turis asing.

Memang di sini banyak sekali aktivitas yang ditawarkan, selain White Water Rafting ada juga Elepahant Tour, Junggle Trekking, Trip to Village, Mountain Cycling, dan Bakas ATV.

Akhirnya tibalah saat yang ditunggu-tunggu itu. Kami lalu dipersilahkan oleh kapten perahu untuk memakai life jacket, helmet paddle dan masing-masing mengambil satu dayung. Dari 15 rang yang ikut tour , hanya 12 orang yang ikut rafting karena mama saya yang sudah berumur lebih dari 65 tahun tidak mau ikut, begitu pula Jassy yang sedang tidak enak badan dan adiknya yang baru berumur lima tahun. Mereka menunggu di restoran.
Setelah semua peralatan keselamatan dipakai dengan benar, kami lalu berfoto ria dulu.

Kemudian dengan penuh semangat mulai berjalan kaki menuju sungai. Sepanjang jalan kami bercanda dan saling menggoda.

Tiga orang kapten yang menemani kami juga sangat ramah dan tidak henti-hentinya menggoda. Apalagi jika melihat kotoran gajah di perjalanan, mulai deh usil mereka keluar. Dayung mereka disentuhkan ke kotoran gajah, setelah itu dayungnya disentuhkan ke kaki-kaki kami. Kami, terutama yang wanita dan anak-anak merasa jijik lalu kabur menyelamatkan diri sambil tertawa-tawa.

Sekitar sepuluh menit kami berjalan, dan akhirnya tibalah kami di tepi sungai, sambil menunggu kesiapan boat yang sedang dipompa, kami pun kembali berfoto ria.

Kami berduabelas menggunakan tiga boat. Boat 1 diisi pasangan Dharmawan dan Merry bersama anak-anak mereka Melvin, Metta dan Wei Wei (Marcelino). Boat 2 diisi pasangan Apao dan Lina bersama anak kedua mereka Jason. Sedangkan saya, suami, Steven anak kami, dan Limey adik saya, naik boat ke 3. Sebelumnya kapten perahu sudah mengarahkan kami, agar jika perahu melalui aliran yang menurun deras kami disuruh pegangan pada tali di sekeliling perahu kami dan segera turun duduk di alas perahu.

Kesegaran air Tirta Harum dari Sungai Melangit yang mengalir deras benar-benar sebagai tantangan untuk melakukan Arung Jeram (Rafting) di Baleraft ini. Sungai Melangit adalah lokasi petualangan rafting yang seru dan punya kelebihan dibandingkan sungai-sungai lainnya di Bali.

Batu-batu alaminya terstruktur dengan baik, pohon-pohon hijau yang lebat, suara nyanyian burung-burung, dan (jika beruntung) bisa melihat monyet-monyet liar di dahan-dahan pohon serta air terjun, di sepanjang sungai.

Keceriaan pun segera terjadi, saling ejek dan saling siram pun segera terjadi. Alhasil dayung yang seharusnya dipakai untuk mempercepat laju boat, ternyata lebih sering kami pakai untuk menyiram penumpang boat lain. Basah kuyup lah kami. Bukan hanya dayung yang digunakan sebagai alat siram, ketika boat saling mendekat, Jason pun membuka helm nya untuk diisi air yang dingin sekali dan disiramkan ke siapa saja yang terdekat.

Perang air pun semakin seru, apalagi kapten juga ikut-ikutan menyiram. Teriakan-terikan kami pun saling bersahutan. Jika sampai pada lokasi yang menurun, kami akan teriak.,"Turuuuuun! Pegangan! Auuuuuuuuuu!" Saling siram pun berhenti untuk sesaat karena konsentrasi menikmati sensasi petualangan. Dan tidak perlu menunggu lama...jika aliran sudah tenang, perang air segera berlanjut dan jika ketemu aliran deras lagi, saling teriak, ”Damai....damai.....(maksudnya berhenti saling siram dulu)....Pegangan......Turun......Wow...!!!!”. Kemudian setelah mencapai aliran tenang...teriak lagi,” Naiiiiik!!!” Maksudnya duduk di atas lagi. Masing-masing pun kembali siaga dengan senjata dayungnya dan siap perang lagi.

Begitu lah sepanjang jalan kami lalui sehingga kami semua basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki. Beda dengan peserta rafting lain yang saya lihat, mereka hanya basah sedikit saja, paling-paling yang basah kuyup pinggang ke bawah. Bertolak belakang dengan kami, semua basah kuyup....hiiiiih! Dingin sekali.

Di tengah serunya petualangan, tiba-tiba kami melihat sebuah Pohon yang besaaaaaar sekali di tengah-tengah sungai sehingga terlihat tidak ada tempat yang cukup lebar untuk perahu lewat baik dari sisi kanan maupun sisi kiri pohon. Kog.... aneh.... ada batang pohon di tengah-tengah aliran air? Saya pikir, memang pohon itu tumbuh di sana. Ternyata bukan, karena malam sebelumnya, pohon itu longsor dari sisi tebing dan jatuh tepat di tengah-tengah Baleraft. Kapten saya mencoba lewat dari sisi kanan sambil menggoyang-goyang perahu karet yang kami naiki. Sementara perahu Dharmawan dan Apao menunggu giliran di belakang kami. Ternyata walaupun sudah digoyang-goyang, perahu kami tidak bisa melewati jalan sempit tersebut dan tersangkut, tidak bisa maju dan tidak bisa mundur.

Akhirnya kapten perahu Dharmawan dan Apao turun membantu, coba angkat perahu, angkat sana, angkat sini, dan digoyang-goyang, ehhh tidak berhasil. Tidak ada jalan lain, saya, suami, Steven dan Limey disuruh turun ke sungai. Limey yang pertama turun.....lalu disusul Steven, saya dan suami......wuiiiii airnya dingin sekali dan deras. Kami mencengkram batu kuat-kuat takut terbawa arus, sementara Steven (10 tahun) tertawa bahagia.....menikmati pengalaman yang seru ini. Sementara kami yang gede-gede juga tertawa, tapi tertawanya beda, jika Seven tertawa lepas bebas tanpa beban, maka kami tertawa sambil was-was. Sementara itu ketiga kapten berusaha keras melepaskan perahu dari jepitan. Kini semua tenang, sementara tidak ada perang air lagi, seluruh penumpang di dua perahu lainnya duduk diam menunggu sambil melihat tiga kapten berjuang keras.

Semua berharap cepat terlepas dan dapat meneruskan perjalanan, tapi tidak berhasil. Sementara kami yang di dalam air makin kedinginan dan tetap memegang batu kuat-kuat. Seru sekali, tidak lagi saya sempat ingat apakah saya berpijak di atas batu atau di dasar Baleraft, atau mungkin juga tidak berpijak???Yang saya ingat hanya bahwa saya terendam sampai sebatas dada, begitu pula yang lain-lain.

Karena tidak berhasil juga, akhirnya Kapten perahu Dharmawan dan Apao balik kembali ke belakang menuju perahu yang dinaiki keluarga Dharmawan. Kedua kapten mencoba melewatkan perahu dari sebelah kiri pohon, tanpa menurunkan penumpang perahu. Hupppp....., ternyata, setelah beberapa saat, perahu berhasil lewat. Kami yang berendam di dalam air disuruh naik ke perahu keluarga Dharmawan, jadilah perahu diisi 9 orang. Sementara itu kedua kapten kembali memdorong perahu keluarga Apao melewati rintangan dan juga berhasil. Kedua kapten lalu kembali ke perahu kami yang terjepit dan mencoba membantu kapten saya yang dari tadi tidak berhasil juga melepaskan jepitan walaupun perahu sudah kosong.

Sementara itu perahu yang kami naiki ber-9 mulai berjalan mengikuti aliran air yang deras. Wah...wah...saya berteriak-teriak., ” Pak! Pak! Bagaimana ini, ini kelebihan muatan, dan tidak ada Bapak.....tolong...tolong...Pak!” Sementara Steven tetap saja tertawa-tawa bahagia menikmati perjalanan yang seru (menurut dia) ini, ”Wuiii...asyik...”. Dasar anak-anak.

Saya terus memanggil-manggil, sementara perahu berjalan terus, ”Pak! Bagaimana ini? Gak ada kaptennya, kelebihan penumpang pula”. Eh..bukannya buru-buru menolong kami, para kapten yang akhirnya berhasil melepaskan perahu dan kini tiga-tiganya berada di atas perahu yang terjepit tadi, malah menggoda kami tanpa menghiraukan teriakan saya, ” Dahh..... dahhhhh.....” teriak mereka kompak sambil melambaikan tangan ke arah kami. Dasar! Sementara itu Merry berusaha menenangkan kami, ”Jangan panik, tenang saja, gak papa.” Kami lalu berusaha menahan laju perahu kami dengan menaruh dayung di batu-batu.

Uhhh..... akhirnya perahu ketiga kapten berhasil mendekati perahu kami. Lalu kami pun disuruh pindah kembali ke perahu kami di tengah-tengah arusnya air. Segala gaya penyelamatan diri pun kami lakukan. Loncat ke perahu sampai terjatuh-jatuh dan terguling....sementara teman-teman di perahu lain menertawakan kami yang menurut mereka lucu sekali gayanya. Kami juga ikut tertawa, menertawai tingkah kami sendiri yang buru-buru loncat ke boat sampai jatuh-jatuh...karena perahu terus bergerak...bahkan Limey sampai terjatuh ke dalam sungai lagi sementara perahu bergerak-gerak.

Kapten dengan sigap menarik Limey, tapi rupanya jika berada di dalam air badan pun menjadi berat, Limey tidak berhasil menaikkan badannya. Suami saya dan saya pun membantu menarik. Akhirnya.... hup berhasil juga Limey merangkak naik ke atas perahu. Wahhhhh seru banget, sementara itu tali tempat kami berpegangan di perahu sudah putus karena usaha melepaskan perahu dari jepitan pohon tadi.

Perjalanan pun diteruskan, sekarang kami sudah lelah, terutama saya. Karena pada dasarnya saya mabuk darat, laut dan udara, maka mabuk pun mulai menyerang, kepala saya pusing, sementara itu badan makin kedinginan karena hujun turun. Karena hujan jugalah maka kami tidak sempat difoto oleh tukang foto yang disiapkan pengelola, ketika sedang berada di dalam sungai. Sementara tustel kami yang disimpan di tas waterproof kapten, bukan kamera yang water proof. Sayang sekali, tidak ada deh foto kenang-kenangan serunya lewat aliran deras yang menurun.

Karena lelah kami pun duduk manis menikmati alam, duduk tenang tidak perang air lagi sehingga dayung banyak nganggur nya. Kapten masih berusaha menggoda, mencairkan suasana, terutama menggoda kami dengan bahasa mandarin. Sesekali kami juga menyahut dan balas menggoda dan tertawa-tawa lagi.

Rafting di Baleraft yang mempunyai panjang sekitar 7.5 kilometer dengan waktu tempuh 1.5 - 2 jam ini menjadi pengalaman yang sangat istimewa karena serunya dan tempatnya yang indah dan alami.

Akhirnya selesai juga perjalanan kami. Kami turun dari boat dan jalan kaki ke atas menuju tempat penjemputan. Huuuuuu.....lelah sekali, nafas ngos-ngosan, rasanya kapok banget ah..

Setelah sekitar 15 menit berjalan kaki dengan jalan yang menanjak, kami pun tiba di atas. Seperti Rafting lalu, kami juga dijemput truk (model truk tentara). Saya pun kembali bercanda,"Jadi sapi lagi deh", karena kami diangkut seperti sapi yang dinaiki ke atas truk. Kembali canda bersahut-sahutan di dalam truk apalagi ada sepasang pengantin yang sedang honey moon bersama kami di atas truk.

Setelah tiba kembali ke tempat pemberangkatan tadi, kami segera mandi ganti pakaian dan bersiap menikmati makanan vegetarian di rumah makan. Rumah makannya besar, sayangnya makanan vegetariannya sangat tidak enak, terkesan dimasak asal-asalan, asal jadi. Mie goreng dimasak ala kadarnya, begitu pula kuah sayur yang dihidangkan sama sekali tidak menimbulkan selera sedikitpun. Entah karena memang mereka tidak bisa masak menu vegetarian atau agent kami yang lupa memberitahu untuk menyiapkan menu vegetarian sehingga mereka tidak siap dan masak asal jadi.

Selesai makan, perjalanan hari itu kami lanjutkan ke Museum Perjuangan Rakyat Bali di Denpasar.

Wah....ternyata pemandangan di sekitar Museum sangat indah sekali. Halamannya luas dan sejuk, banyak masyarakat yang memanfaatkannya untuk berolahraga. Seperti suasana Monas di Jakarta.

Gedung museumnya juga sangat artistik sekali.

Sayangnya kami kesorean sehingga Museum sudah tutup, tapi kami tetap diperbolehkan masuk melihat-lihat dengan kondisi penerangan sudah dimatikan sehingga kami tidak bisa melihat dan membaca sejarah-sejarah di balik kaca, tapi kami sempat naik ke atas dan mengambil beberapa foto pemandangan dari atas sana.

Sekitar satu jam kami berada di lingkungan Museum. Ketika hendak pulang menuju bus, kami bertemu penjual miniatur sepeda yang menawarkan kepada kami seharga Rp 300.000,- perbuah. Rupanya Merry tertarik, setelah tawar menawar akhirnya jadi dibeli dengan harga hanya Rp 100.000,-. Penjualnya lalu memberitahu bahwa sudah seminggu tidak ada satupun barang dagangan dia yang terjual. Kasihan kami mendengarnya.

Kami semua pun mulai berjalan kembali ke bus yang diparkir di samping jalan di depan halaman Museum. Sebelum naik ke bus kami melihat ke sekeliling dan tiba-tiba Merry memberitahu bahwa di seberang Museum ada yang jual makan vegetarian. Sayapun segera menyeberang jalan dan menuju restoran tersebut dan memfoto iklan menunya. Kami tidak sempat mencoba makanannya karena sudah harus segera jalan.

Kami lalu diajak ke DeRaSa Vegetarian restoran untuk makan malam dan kemudian di antar kembali ke Hotel Bali Segara. Malam itu, saya, mama, Steven dan Limey tidak segera tidur tapi pergi jalan-jalan ke Hotel Jayakarta tempat keluarga Merry tinggal. Kami jalan-jalan melihat suasana di pinggir pantai yang terletak di belakang hotel. Ramai sekali di sana. Hampir semua turis asing, turis lokal hanya beberapa saja. Sepanjang jalan di depan pantai terdapat restoran-restoran dengan menu Internasional maupun tradisional. Sementara itu di suasana hotel juga masih ramai, masih banyak yang berenang padahal sudah larut malam. Restoran di samping kolam renang juga masih ada show dengan penyanyi yang melantunkan lagu yang enak banget di telinga. Akhirnya karena sudah kelelahan, kami pun kembali ke Hotel Bali Segara, tidur beristirahat. Besok ada yang seru lagi WATER SPORTS!! Bersambung ke part 5

Sumber images : koleksi pribadi dan sini dan sini

2 comments:

  1. hotplate seberang museum kurang maknyuss :)

    ReplyDelete
  2. Dear Hengky, terima kasih sudah mampir dan beri komentar. Tolong jelasin, apa artinya maknyuss? Salam vege

    ReplyDelete

Ingin mendapatkan pemberitahuan update artikel dari New Vegetarian Planet langsung ke alamat Email Anda? Silahkan masukkan email Anda di bawah ini, setelah itu masuk ke inbox email Anda untuk mengaktifkan email dari FeedBurner:

Delivered by FeedBurner

From Me

New Vegetarian Planet is dedicated to promote understanding and respect for vegetarian lifestyles either from aspecs of spiritual, ethics, health, environment et cetera. May be copied only for personal use or by not-for-profit organizations. All copied and reprinted material written by me must contain weblog link http://www.newvegeplanet.blogspot.com
Finally, I hope more people will understand the reasons for choosing a vegetarian way of life. Come on to hold hands, we struggle for the safety of humans, animals, and this beloved earth through vegetarianism.
Best regards Liliyana Waty